Tampilkan postingan dengan label BUDAYA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label BUDAYA. Tampilkan semua postingan

Tradisi Rumpak - Rumpak,Warisan Budaya yang Ada di Palembang

 

 

Tradisi Rumpak-Rumpak di Palembang, Warisan Budaya yang Berusia Ratusan Tahun.Rumpak-rumpak adalah tradisi warga keturunan Arab di Kelurahan Kuto Batu Palembang dalam menyambut dan merayakan hari raya Idul Fitri dilakukan warga keturunan Arab di Palembang.Tradisi rumpak-rumpak disebutkan sudah digelar sejak ratusan tahun lalu, yang digelar dalam rangka merayakan hari raya Idul Fitri.

Rumpak-rumpak digelar selama beberapa hari dimulai dari hari pertama Idul Fitri 1 Syawal.Tradisi rumpak-rumpak hanya diikuti pria.Tradisi rumpak-rumpak hanya diikuti kaum laki-laki dari berbagai usia. Mulai dari anak-anak, remaja hingga dewasa atau orang tua.


Warga mengenakan pakaian putih mendatangi atau sanjo dari satu rumah ke rumah lainnya, dengan diiringi musik gambus dan sarofal anam. Yakni musik khas yang mengiri salawatan atau pujian kepada Allah dan Nabi Muhammad SAW. Tiba di rumah yang dikunjungi dimulai dengan bersalaman untuk saling maaf-maafan, kemudian dilanjutkan dengan salawatan yang dipimpin seseorang yang memiliki suara terbaik.

Tradisi rumpah-rumpak digelar beberapa hari,Tradisi rumpak-rumpak di Palembang digelar beberapa hari dimulai di hari  pertama Idul Fitri. Di hadi kedua, tradisi ini dilanjutkan dengan mengunjungi rumah yang belum sempat didatangi pada hari pertama.Kemudian di hari ketiga, biasanya terdapat warga yang melangsungkan pernikahan.


Ajang silaturahmi dan saling memaafkan,Tradisi rumpak-rumpak merupakan ajang silaturahmi dan saling memaafkan. Warga yang mungkin tidak lagi tinggal di tempat tersebut dan merantau ke tempat lain, akan bersuka cita saat mengikuti rumpak-rumpak. Mereka bergembira sambil bersalawatan, menyalami satu sama lain.

Kearifan lokal yang terus terjaga Tradisi rumpak-rumpak untuk silaturahmi dilakukan warga keturunan Arab. Bagi warga asli Palembang dan Sumatera Selatan lainnya juga terdapat tradisi serupa yang disebut sanjo.Namun tidak semeriah tradisi rumpak-rumpak di kampung Arab.Pada tradisi sanjo, beberapa pria biasanya sesama jemaah masjid atau musala setelah melaksanakan sholat Idul Fitri akan mendatangi tiap rumah di antara mereka.

 

Terkadang tidak ada salawatan dalam tradisi sanjo, namun saat tiba di rumah warga, setelah mencicipi berbagai aneka hidangan kue lebaran, mereka akan berdoa sebagai bentuk syukur karena telah berpuasa satu bulan penuh.Kemudian mendoakan pemilik rumah dan keluarga serta semua peserta sanjo agar mendapatkan keselamatan, kesehatan dan keberkahan.Demikian tradisi rumpak-rumpak di kampung Arab Palembang dan tradisi sanjo bagi warga asli Palembang.


Lompat Batu,Tradisi Hombo di Nias

 



Sebuah tradisi yang hanya dilakukan oleh laki-laki suku Nias.Tradisi Lompat Batu biasanya dilakukan para pemuda dengan cara melompati tumpukan batu setinggi 2 meter untuk menunjukkan bahwa mereka sudah pantas untuk dianggap dewasa secara fisik.Nias adalah sebuah pulau yang terletak di sisi barat provinsi Sumatra Utara. Di sekitar pulau utamanya, Nias juga memiliki pulau-pulau kecil sebanyak 27 buah. Banyaknya pulau-pulau kecil yang dihuni oleh penduduk adalah sebanyak 11 buah, 16 pulau kecil lainnya tak berpenghuni. Tradisi Lompat Batu telah berlangsung berabad-abad yang lalu.

Tradisi dilestarikan bersama budaya megalitikum di Pulau Nias, terutama di Desa Bawomataluo.Awalnya, tradisi lompat batu berasal dari kebiasaan berperang antar desa suku-suku di pulau Nias. Masyarakat Nias memiliki karakter keras dan kuat diwarisi dari budaya pejuang perang. Pada zaman dulu, atraksi fahombo tidak hanya memberikan kebanggaan bagi pemuda Nias tetapi juga untuk keluarga mereka. Kini, tradisi lompat batu bukan untuk persiapan perang antar suku atau antar desa tetapi sebagai ritual dan simbol budaya orang Nias

 

Tradisi Lompat Batu telah berlangsung berabad-abad yang lalu. Tradisi dilestarikan bersama budaya megalitikum di pulau seluas 5.625 km2  yang berpenduduk 700.000 jiwa dan di kelilingi Samudera Hindia. Tradisi Fahombo diwariskan secara turun-temurun pada anak laki-laki. Namun, tidak semua anak laki-laki sanggup melakukan tradisi ini, meskipun mereka telah dilatih sejak kecil. Masyarakat Nias percaya bahwa selain latihan ada unsur magis dari roh leluhur untuk seseorang yang berhasil melompati batu dengan sempurna.

Dahulu, suku-suku di Pulau Nias sering berperang karena terprovokasi oleh rasa dendam, pembatasan tanah, atau masalah perbudakan. Masing-masing desa lalu membentengi wilayah dengan batu atau bambu setinggi 2 meter. Oleh karena itu, tradisi lompat batu lahir dan dilakukan sebagai sebuah persiapan sebelum berperang. Para bangsawan dari strata balugu yang memimpin pulau Nias saat itu akan menentukan pantas atau tidaknya seseorang pria Nias menjadi prajurit perang. Kriterianya, selain memiliki fisik yang kuat, seorang prajurit perang juga menguasai ilmu bela diri dan ilmu-ilmu hitam. Mereka juga harus dapat melompati batu bersusun setinggi 2 meter tanpa menyentuh permukaannya sedikitpun sebagai tes akhir.


Tradisi tersebut adalah Hombo Batu atau lompat batu. Fahombo, nama lain dari tradisi ini, awal mulanya dilakukan oleh seorang pemuda Nias untuk menunjukan bahwa pemuda yang bersangkutan sudah dianggap dewasa dan matang secara fisik. Meski demikian, tidak semua masyarakat Nias yang melakukan tradisi lompat batu ini. Tradisi Lompat Batu biasanya dilakukan para pemuda dengan cara melompati tumpukan batu setinggi 2 meter untuk menunjukkan bahwa mereka sudah pantas untuk dianggap dewasa secara fisik. pemuda di Nias harus tangguh agar siap di medan perang.

Namun, bukan berarti hanya dengan bisa melompati batu pemuda bisa ikut perang. Mereka juga diajari cara menggunakan pedang, tombak, dan juga perisai. Lompat batu adalah sebagai acuan kalau kita harus gigih untuk mencapai tujuan yang diinginkan

Tradisi Saur Matua,Upacara Kematian Suku Batak

 

Upacara Saur Matua merupakan upacara kematian pada masyarakat Batak.Dapat dikatakan bahwa kematian (mate) di usia yang sudah sangat tua adalah kematian yang paling diinginkan, apalagi jika seseorang yang meninggal tersebut telah memiliki anak, menikahkannya, hingga telah memiliki cucu dari anak-anaknya tersebut.

Pada tradisi budaya masyarakat Batak (khususnya Batak Toba), kematian seperti ini disebut sebagai mate saur matua, yang mana pelaksanaan upacara ini dilakukan tanpa adanya kesedihan.Saur matua merupakan seseorang yang meninggal telah memiliki keturunan dan cucu dari anak-anaknya.Arti dari saur sendiri adalah lengkap atau sempurna.



Sempurna di sini berarti seseorang telah menjalani hidupnya dengan sempurna dalam hal mengenai keturunan.Dalam Upacara Saur Matua, para anggota keluarga bersuka karena orang tua yang meninggal sudah dalam usia yang tua dan sudah berhasil mendidik, merawat, dan menikahkan anaknya hingga memiliki keturunan, upacara pemakaman pun harus dilakukan penuh sukacita.

Ketika orang Batak mati saur matua, pihak kerabat secepatnya bermusyawarah (martonggo raja) membahas persiapan upacara, meliputi waktu upacara, lokasi pemakaman, acara adat pasca penguburan, dan keperluan teknis upacara. Pihak kerabat terdiri dari dalihan natolusistem hubungan sosial masyarakat Batak yang berasal dari tiga kelompok unsur kekerabatan, yakni hula-hula (keluarga marga pihak istri), dongan tabu (teman atau saudara semarga), dan boru (keluarga perempuan pihak ayah atau suami).



Martonggo raja digelar di halaman rumah duka dari sore sampai selesai. Pihak dongan sahuta (masyarakat setempat) turut hadir sebagai pendengar dan biasanya mereka ikut membantu pelaksanaan upacara saur matua.Membantu  penyediaan peralatan upacara, misalnya peti mati, alat musik beserta pemain, peralatan makan, dan hidangan yang akan disuguhkan untuk para pelayat.

 

Di hari yang telah ditentukan, upacara saur matua dilaksanakan pada siang hari di ruang terbuka, misalnya halaman rumah duka. Jenazah yang telah dimasukkan ke dalam peti, diletakkan di tengah-tengah anak dan cucu. Bagian kaki peti mengarah ke pintu keluar rumah. Sebelah kanan peti ialah anak laki-laki dengan para istri dan anak, sedangkan di sebelah kiri adalah anak perempuan beserta suami dan anaknya.



Upacara dimulai dengan menghidangkan jamuan makan siang. Setelah makan selesai, acara dilanjutkan dengan ritual pembagian jambar kepada seluruh dalihan natolu sesuai ketentuan adat. Jambar terdiri dari empat jenis, yakni juhut (daging), hepeng (uang), tor-tor (tarian), dan hata (berbicara).

Setelah jambar tor-tor selesai, pihak hasuhuton secara bergantian menyampaikan balasan kepada pihak-pihak yang memberikan jambar hata. Sambil manortor, mereka mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu pelaksanaan upacara.

Setelah semua ritus selesai, upacara adat ditutup dengan ibadah singkat sebelum penguburan yang dipimpin pihak gereja. Mulai dari nyanyian rohani pembuka, khotbah, nyanyian rohani penutup, dan doa penutup.Kemudian, jenazah bersama peti mati pun dikuburkan. Sepulang penguburan, pihak keluarga melakukan ritual adat ungkap hombing, yaitu memberikan sebagian harta mendiang kepada pihak hula-hula.

 

Pesona Tari Kecak yang tidak boleh terlewati , Bali Indonesia



Kamuharustahu.id-Bersiaplah untuk terpesona oleh pertunjukan tari Kecak yang menakjubkan, penampilan menawan dari tarian Kecak tradisional Bali. Dengan latar belakang Pura Uluwatu yang megah, tarian sakral kuno ini menghidupkan kisah epik Hindu yang terkenal, Ramayana. Saat matahari mulai terbenam, nyanyian ritmis para pemain, yang dikenal sebagai "kecak" memenuhi langit, menciptakan suasana dunia lain. Para penari Bali, mengenakan kostum yang semarak, dengan terampil menggambarkan karakter cerita Ramayana, dengan Pangeran Rama menjadi pusat perhatiannya. Tari Kecak tradisional terkenal karena penggambarannya yang unik tentang Raja Kera dan pertunjukan tarian api yang mendebarkan, ketika para penari berjalan melewati bara api tanpa cedera, melambangkan perlindungan ilahi.

Menyaksikan tarian ritual tradisional Bali adalah pengalaman budaya yang membawa kamu mendalami pusat budaya dan mitologi. Energi yang intens dan gerakan sinkron dari para pemain, ditambah penceritaan dramatis, akan memikat penonton dari segala usia. Tarian sakral terhubung dengan kepercayaan Bali dalam kekuatan spiritual tarian "sanghyang", ketika para pemain memasuki keadaan seperti trans, menyalurkan energi ilahi.

Pulau dewata Bali sangat identik dengan budaya dan tradisinya. Dibalik semua keunikannya itu, ada satu kesenian Bali yang sudah lama menjadi magnet untuk menarik turis mancanegara. Kesenian tersebut adalah tari kecak. Sebuah seni pertunjukan yang melibatkan banyak orang di setiap pementasannya.




Tari kecak termasuk jenis tari yang sering ditampilkan dalam beberapa acara besar di Bali. Keunikan tari kecak terletak pada iramanya, serta para penari yang membentuk sebuah lingkaran seraya berseru “cak cak ke cak cak ke”. Selama pertunjukan, penonton akan disuguhkan beberapa adegan dari kisah-kisah Ramayana. 


Tari kecak sebenarnya bukan sebuah tarian kuno yang ada pada masa kerajaan. Tari kecak adalah sebuah kesenian sendratari (seni drama) yang terinspirasi dari ritual Sang Hyang.

Tari kecak dikenal juga dengan nama Fire Dance atau tarian api. Tarian ini menjadi atraksi yang sangat dinanti oleh para wisatawan yang sedang berkunjung ke Bali.

Tari kecak biasanya dibawakan oleh 50-60 orang penari pria bertelanjang dada. Mereka duduk melingkar di sebuah arena atau panggung yang di tengahnya terdapat beberapa obor. Memakai sarung kotak-kotak khas Bali (kain poleng), para penari dengan syahdunya akan berteriak “cak” sembari mengangkat kedua tangannya.

Maka jangan heran apabila banyak turis menjadikan pertunjukkan ini wajib di lihat ketika berlibur di bali.

Festival Pacu Jalur Riau





Hallo Sobat Jenius, Pacu Jalur adalah sejenis lomba dayung tradisional khas daerah Kuantan Singingi (Kuansing) yang hingga sekarang masih ada dan berkembang di Propinsi Riau. Lomba dayung ini menggunakan perahu yang terbuat dari kayu gelondongan yang oleh masyarakat sekitar juga sering disebut jalur.Pacu Jalur merupakan tradisi budaya turun-temurun yang diwariskan lebih dari 100 tahun oleh nenek moyang masyarakat Kuansing. Pada abad ke-17, Pada masa penjajahan Belanda pacu jalur diadakan untuk memeriahkan perayaan adat, kenduri rakyat dan untuk memperingati hari kelahiran ratu Belanda wihelmina yang jatuh pada tanggal 31 Agustus. Kegiatan pacu jalur pada zaman Belanda di mulai pada tanggal 31 agustus s/d 1 atau 2 september. Perayaan pacu jalur tersebut dilombakan selama 2-3 hari, tergantung pada jumlah jalur yang ikut pacu.Pacu jalur hanya digunakan sebagai alat transportasi bagi masyarakat yang tinggal sepanjang aliran Sungai Kuantan. Seiring berjalannya waktu, jalur-jalur yang digunakan sebagai alat transportasi tersebut semakin berkembang. Baik itu muncul jalur yang dihias dengan ukiran indah dan khas, dilengkapi payu, selendang, tiang tengah (gulang-gulang), serta lambai-lambai (tempat khusus bagi juru mudi berdiri). 

Makna Tarian Pacu Jalur 

Faktanya, tradisi turun-temurun ini memiliki makna dan filosofi yang sangat mendalam. Baik itu dari segi pembuatan perahu, hingga makna di setiap gerakan sang penari saat Pacu Jalur. Ditambah lagi, pembuatan jalur tidak dilakukan sembarangan. Sebelum mengambil kayu besar, seluruh masyarakat harus melakukan ritual terlebih dahulu. Tujuannya untuk menghormati dan meminta izin kepada hutan belantara saat mengambil kayu yang besar. 

Satu jalur bisa menampung 50-60 orang (anak pacu), dan setiap orang di perahu memiliki tugas masing-masing. Baik itu Tukang Concang (komandan atau pemberi aba-aba), Tukang Pinggang (juru mudi), dan Tukang Onjai (pemberi irama dengan cara menggoyang-goyangkan badan), dan terakhir adalah Tukang Tari atau Anak Coki yang berada di posisi paling depan. 

Menariknya, posisi Tukang Tari hampir selalu diisi oleh anak-anak. Alasannya karena anak-anak memiliki berat badan yang tergolong ringan. Dengan begitu, perahu tetap bisa melaju dengan lincah. Uniknya, gerakan yang dilakukan Anak Coki memiliki makna tersendiri. Anak Coki menari di depan jalur kalau perahu yang dikendarainya unggul. Kalau sudah sampai garis finish, Anak Coki akan langsung sujud syukur di ujung perahu.